Integrasi Sosial
Integrasi sosial adalah jika yang dikendalikan, disatukan, atau dikaitkan
satu sama lain itu adalah unsur-unsur sosial atau kemasyarakatan. Suatu
integrasi sosial di perlukan agar masyarakat tidak bubar meskipun menghadapi
berbagai tantangan, baik merupa tantangan fisik maupun konflik yang terjadi
secara sosial budaya. Menurut pandangan
para penganut fungsionalisme struktur sistem sosial senantiasa terintegrasi di
atas dua landasan berikut :
Suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya konsensus
(kesepakatan) diantara sebagian besar anggota
masyarakat tentang nilai-nilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental.
Masyarakat terintegrasi karena berbagai anggota masyarakat sekaligus
menjadi anggota dari berbagai kesatuan sosial (cross-cutting affiliation).
Setiap konflik yang terjadi di antara kesatuan sosial dengan kesatuan sosial
lainnya akan segera dinetralkan oleh adanya loyalitas ganda (cross-cutting
loyalities) dari anggota masyarakat terhadap berbagai kesatuan sosial.
Integrasi masyarakat akan terwujud apabila mampu mengendalikan
prasangka yang ada di dalam masyarakat, sehingga tidak terjadi konflik,
dominasi, mengdeskriditkan pihak-pihak lainnya dan tidak banyak sistem yang
tidak saling melengkapi dan tumbuh integrasi tanpa paksaan. Oleh karena itu
untuk mewujudkan integrasi bangsa pada bangsa yang majemuk dilakukan dengan
mengatasi atau mengurangi prasangka.
Pertentangan Sosial
Konflik (pertentangan) mengandung suatu pengertian tingkah laku yang
lebih luas dari pada yang biasa dibayangkan orang dengan mengartikannya sebagai
pertentangan yang kasar atau perang. Dasar konflik berbeda-beda. Terdapat 3
elemen dasar yang merupakan ciri-ciri dari situasi konflik yaitu :
Terdapatnya dua atau lebih unit-unit atau baigan-bagianyang terlibat
di dalam konflik.
Unit-unit tersebut mempunyai perbedaan-perbedaan yang tajam dalam
kebutuhan-kebutuhan, tujuan-tujuan, masalah-masalah, nilai-nilai,
sikap-sikap, maupun gagasan-gagasan
3. Terdapatnya interaksi di antara bagian-bagian yang mempunyai
perbedaan-perbedaan tersebut.
Konflik merupakan suatu tingkah laku yang dibedakan dengan emosi-emosi
tertentu yang sering dihubungkan dengannya, misalnya kebencian atau permusuhan.
Konflik dapat terjadi paa lingkungan yang paling kecil yaitu individu, sampai
kepada lingkungan yang luas yaitu masyarakat:
Pada taraf di dalam diri seseorang, konflik menunjuk kepada adanya
pertentangan, ketidakpastian, atau emosi-emosi dan dorongan yang
antagonistic didalam diri seseorang
Pada taraf kelompok, konflik ditimbulkan dari konflik yang terjadi
dalam diri individu, dari perbedaan-perbedaan pada para anggota kelompok dalam
tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan norma-norma, motivasi-motivasi mereka untuk
menjadi anggota kelompok, serta minat mereka.
para taraf masyarakat, konflik juga bersumber pada perbedaan di antara
nilai-nilai dan norma-norma kelompok dengan nilai-nilai an norma-norma kelompok
yang bersangkutan berbeda.Perbedan-perbedaan dalam nilai, tujuan dan norma
serta minat, disebabkan oleh adanya perbedaan pengalaman hidup dan
sumber-sumber sosio-ekonomis didalam suatu kebudayaan tertentu dengan yang aa
dalam kebudayaan-kebudayaan lain.
Penganut konflik berpendapat bahwa masyarakat terintegtrasi atas
paksaan dan karena adanya saling ketergantungan di antara berbagai kelompok.
Integrasi sosial akan terbentuk apabila sebagian besar masyarakat memiliki
kesepakatan tentang batas-batas teritorial, nilai-nilai, norma-norma, dan
pranata-pranata sosial. Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan
Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol
akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat
menciptakan konflik.
Faktor-Faktor
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya konflik yaitu:
a. Kekuasaan Kekuasaan adalah kemampuan untuk memenangkan kemauannya
sendiri, juga kalau kemampuan itu bertentangan dengan kemauan orang
lain.Barang kali pihak berkuasa lebih kuat fisiknya, sehingga mampu mengalahkan
pihak lain, maka dengan adanya orang yang berkuasa atau mempunyai wewenang,
tentuakan terdapat sebagian besar orang dibawah wewenang mereka.
Kepentingan Perbedaan-perbedaan dalam posisi mengakibatkan kepentingan
kepentingan antagonistis diantara mereka yang bersangkutan. Pihak yangberwenang
mempunyai rulling interest yang berlainan dari pihak yang dikuasai. Hal itu
pernah diungkapkan oleh Karl Marx dimana ia menyebutkan pembagian kerja sebagai
permulaan masyarakat kelas dan kesadaran sesat(False Consciusnes). Pihak yang
berwenang berkepentingan dalam ketahanan dan kelestarian status quo atau
susunan sosial yang telah memberikan kedudukan kepada mereka. Jadi mereka akan
cenderung untuk membela dan mempertahankan status quo itu.Sebaliknya pihak yang
dikuasai akan merasa diri tertekan dan terkekang oleh status quo, sehingga
menginginkan perubahan bahkan perombakan.
Kelompok yang Antagonistis
Uraian tentang kelompok-kelompok yang antagonistis Dahrendorf membuat disfungsi
antara kelompok potensial dankelompok aktual. Kalau sejumlah mempunyai
kepentingan bersama entah kepentingan sendiri, entah disadari namun mereka
belum beroganisasi dan bersatu, mereka disebut kelompok konflik potensial.
Mereka mempunyai kemungkinan (potensi) untuk menjadi kelompok actual.
Macam-macam Konflik
Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 4 macam:
Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara
peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))
Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan
massa).
Koonflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
Konflik antar atau tidak antar agama
Konflik antar politik.
Akibat konflik
Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :
meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang
mengalami konflik dengan kelompok lain.
keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam,
benci, saling curiga dll.
kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam
konflik.
Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik
dapat menghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi;
pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan
pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut:
Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan
percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan
menghasilkan percobaan untuk “memenangkan” konflik.
Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan
percobaan yang memberikan “kemenangan” konflik bagi pihak tersebut.
Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan
untuk menghindari konflik.
Pencapaian tujuan dihubungkan dengan sistem kepribadian dalam arti
bahwa tujuan sistem-sistem sosial mencerminkan titik temu dari tujuan-tujuan
individu dan memberikan mereka arah sesuai dengan orientasi nilai bersama.
Hubungan antara pencapaian tujuan dengan sistem kepribadian ini mencerminkan
perspektif Parsons bahwa tindakan selalu diarahkan pada tujuannya.
Perlu dicari beberapa bentuk akomodatif yang dapat mengurangi konflik
sebagai akibat dari prasangka, yaitu melalui empat sistem, diantaranya ialah :
1. Sistem budaya seperti nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
2. Sistem sosial seperti kolektiva-kolektiva sosial dalam segala
bidang.
3. Sistem kepribadian yang
terwujud sebagai pola-pola penglihatan (persepsi),
perasaan (cathexis), pola-pola
penilaian yang dianggap pola-pola
keindonesiaan, dan
4. Sistem Organik jasmaniah, di mana nasionalime tidak didasarkan atas
persamaan ras. Untuk mengurangi prasangka, keempat sistem itu harus
dibina,
dikembangkan dan memperkuatnya sehingga perwujudan nasionalisme
Indonesia dapat tercapai.
Upaya-upaya
Adapun cara-cara pemecahan konflik tersebut adalah :
1. elimination; yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang telibat
dalam konflik yang diungkapkan dengan : kami mengalah, kami mendongkol, kami
keluar, kami membentuk kelompok kami sendiri
2. Subjugation atau domination, artinya orang atau pihak yang
mempunyai kekuatan terbesar dapat memaksa orang atau pihak lain untuk
mentaatinya
3. Majority Rule artinya suara terbanyak yang ditentukan dengan voting
akan menentukan keputusan, tanpa mempertimbangkan argumentasi.
4. Minority Consent; artinya kelompok mayoritas yang memenangkan,
namun kelompok minoritas tidak merasa dikalahkan dan menerima keputusan serta
sepakan untuk melakukan kegiatan bersama
5. Compromise; artinya kedua atau semua sub kelompok yang telibat
dalam konflik berusaha mencari dan mendapatkan jalan tengah
6. Integration; artinya pendapat-pendapat yang bertentangan
didiskusikan, dipertimbangkan dan ditelaah kembali sampai kelompok mencapai
suatu keputusan yang memuaskan bagi semua pihak
Opini
Kita sebagai bangsa Indonesia, seharusnya menjunjung tinggi nilai
kesatuan dan persatuan Bangsa, walaupun terdapat perbedaan namun seharusnya,
setiap masalah yang ada hendaklah di pikir dengan kepala dingin terlebih
dahulu. Terdapat banyak kasus demo masal ataupun tawuran antarwarga maupun
pelajar, yang sangat merugikan diri sendiri dan orang lain disekitar kita.
Untuk itu, perlulah ditanamkan jiwa cinta damai dan penuh kasih diantara
masyarakat, sehingga Bangsa dapat damai dan rakyat dapat hidup dengan rukun.
Sumber:
http://blog.uin-malang.ac.id/zayyin/2010/09/22/pertentangan-dan-integrasi-sosial/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar